Pengelolahan
hutan merupakan aktifitas pengaturan kegiatan di bidang kehutanan. Ditujukan
untuk mencapai target pemberdayaan dan pelestarian hutan. Hutan lestari adalah
salah satu bentuk pengolahan hutan, mengedepankan munculnya sistem pengolahan
yang menjamin keberlangsungan produksi dan terjaganya ekosistem.
Syarat yang penting dalam sistem pengolahan hutan
rakyat lestari yaitu keberadaan organisasi pengolah hutan, biasa disebut dengan
Kelompok Tani Hutan (KTH), Kelompok Petani Hutan Rakyat (KPHR), asosiasi petani
hutan, asosiasi pemilik hutan rakyat. Sebutan yang cocok untuk
kelompok-kelompok ini adalah Unit Management (UM). Kelompok ini memiliki
anggota berdasar kesamaan lokasi garapan atau pemukiman.
Kesiapan kelembagaan (Unit Management) sangat penting
untuk diperhatikan. SCF menguatkan hal itu melalui program “Penguatan Kapasitas
Instrumen System VLK di Daerah dan Unit Manajemen Produksi & Pengolahan
Kayu pada Skala Mikro Kecil/Hutan Rakyat dalam Penerapan SVLK”. Program ini
menginisiasi pembentukan APKAR
(Asosiasi Pengelola Kayu Rakyat) di
Kab. Bulukumba. Anggota APKAR terdiri atas sepuluh KPHR. Sementara di Kab.
Muna, Sulawesi Tenggara, terbentuk Asosiasi Petani Jati Milik (APJM) Napabalano
yang meliputi KPHR di dua desa.
Suatu unit
usaha mesti memiliki kelembagaan, sebab lembaga dapat mengorganisir dan membuat aturan
main kelompok. Aturan ini menjadi kesepakatan bersama antar anggota kelompok
dalam mengelola potensi hutan rakyat pada suatu areal tertentu. Bentuk
kesepakatan seperti tata cara menjadi anggota kelompok/asosiasi, mekanisme
penebangan (jatah tebang tahunan), pemasaran kayu hasil hutan, bagaimana
anggota mendapatkan manfaat di dalam kelompok, dan aspek yang berkaitan dengan pengelolaan hutan rakyat lestari.
Biasanya dituangkan dalam bentuk anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
organisasi.
Dalam membentuk lembaga yang mengelola
hutan rakyat, setidaknyaada tiga hal yang harus diperhatikan, yakni organisasi,
aturan internal dan peningkatan kapasitas manusia (SDM). Organisasi pengelolaaan hutan rakyatakan memiliki posisi tawar lebih tinggi daripada orang per
orang (petani) dalam bernegosiasi dengan pihak lain. Untuk menjadi pengelola hutan yang tangguh, perangkat yang
harus dimiliki organisasi pengelola hutan rakyat, antara lain : 1). Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ; 2). Struktur Organisasi ; 3). Manajemen Organisasi yang terdiri dari Manajemen
Keuangan dan Manajemen Administrasi.
Pemetaan dan Penataan lokasi
Penataan
areal kerja (PAK) adalah kegiatan penataan ruang hutan berdasarkan prinsip
pengelolaan hutan lestari atas identifikasi areal dan kualitas lahan. Pada unit
pengelolaan hutan ini terwujud pengelolaan hutan yang efisien dan berwawasan
lingkungan. Kegiatan ini mengatur wilayah kerja sehingga perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan pengawasan pengelolaan hutan berjalan
tertib. Penataan ini bertujuan untuk memberi tanda batas yang nyata di
lapangan: unit pengelolaan hutan, blok kerja dan petak kerja. Dan untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang potensi dan keadaan hutan. Menentukan
cara pengaturan, pemanfaatan dan pembinaan demi menjamin kelestarian.
Inventarisasi
Potensi
Inventarisasi Potensi adalah aplikasi metode
ilmiah dalam memperoleh data dan informasi kekayaan sumberdaya hutan, sebagai
bahan dasar dalam perencanaan pengelolaan sumber daya hutan (Sudiono).
Inventarisasi
dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi hutan rakyat, meliputi
kondisi tegakan (Jenis, Jumlah, Ukuran, Volume, struktur tegakan), kondisi
lahan kawasan (luas dan topografi). Data yang dihasilkan menjadi bahan untuk
menyusun perencanaan pengelolaan hutan rakyat secara lestari. Inventarisasi
dilakukan melalui beberapa tahap :
a. Persiapan : dokumen yang
diperlukan adalah bukti kepemilikan lahan (sertifikat, gresik, letter C, SPPT,
surat ketarangan desa, akte jual beli), untuk memastikan status kepemilikan
lahan. Selanjutnya pembentukan tim inventori yang disesuaikan dengan jumlah
lahan yang akan diinventarisasi.
b. Pelaksanaan : Kegiatan
inventarisasi pohon dilakukan untuk mengukur diameter dan tinggi pohon.
Penentuan diameter minimal serta pembagian selang/interval kelas diameter
mengacu pada kesepakatan kelompok dalam menentukan diameter minimal suatu jenis
pohon yang boleh dipanen.Penentuan itu mengacu pada kaidah kelayakan
berdasarkan daur ekologis dan daur ekonomis. Semakin kecil ukuran minimal
diameter yang diinventarisasi, maka akan semakin lengkap data potensi tegakkan
yang diperoleh.
Tata
Cara Pengukuran Diameter Pohon
Pengukuran garis tengah atau keliling
dilakukan pada ketinggian 130 cm dari tanah (diameter setinggi dada-Dbh). Untuk
itu, pertama-tama membuat tongkat dengan panjang 130 cm. Tongkat ini untuk
menandai tempat pengukuran garis tengah atau keliling pada batang pohon agar
pengukuran bisa lebih seragam dan lebih cepat. Pengukuran diameter pohon dapat
menggunakan alat ukur phi-band (bisa langsung diketahui diameter), atau
menggunakan pita meter (untuk mengetahui nilai diameter maka hasil pengukuran
keliling harus dibagi 3,14).
Pengukuran
Tinggi Pohon
Tinggi
pohon diukur sampai ketinggian batang yang bisa dimanfaatkan (biasanya
ketinggian batang sampai dengan adanya cabang utama). Tinggi pohon ditentukan
dengan menggunakan alat pengukur tinggi pohon seperti Christenmeter, Haga
hypsometer, galah dan dinyatakan dalam satuan dalam satuan meter.
Penomoran
dan Penandaan Pohon
Penomoran
dan penandaan terutama dilakukan pada pohon yang berdiameter diatas ketentuan
untuk dapat ditebang, karena diperlukan dalam penerapan lacak balak. Tetapi
penomoran bisa juga dilakukan pada pohon dengan diameter lebih kecil sesuai
dengan kebutuhan.
Sistem
penomoran pohon idealnya memuat informasi nomor pohon, nomor/identitas anggota,
nomor lahan, nomor/identitas kelompok, dan ukuran pohon. Penandaan pada batang
bisa menggunakan cat, tinta cina, plastik, plat seng, marking crayon.
Pencatatan
Hasil inventarisasi
yang dilakukan, dicatat dalam tally sheet atau buku pencatatan sebagai bagian
dan bahan informasi hasil inventarisasi. Tally Sheet dibuat untuk kelompok
lahan yang diinventarisasi yang untuk selanjutnya akan dikumpulkan dalam satu
buku inventarisasi UM/Kelompok.
Tally
Sheet memuat data-data pohon yang diinventarisasi dan juga kondisi lahan yang
ada seperti keberadaan sungai atau mata air pada lokasi yang diinventarisasi.
Sumber
: Buku Saku Dokumen Sulawesi Community Foundation (SCF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar